Sabtu, 26 November 2011

Kisah Seorang Ahli Strategi Perang

Kalau anda pernah membaca tentang Tiga Kerajaan atau biasa orang mengenalnya dengan Samkok, tentu anda mengenal seorang ahli strategi perang yang ulung bernama Zhuge Liang. Bahkan beberapa ahli sejarah mengatakan bahwa Zhuge Liang adalah ahli strategi perang paling ulung sepanjang jaman, terlepas apakah hal itu benar atau tidak paling tidak ada sebuah cerita dari riwayat hidupnya yang patut kita ambil intisarinya. Zhuge Liang dikenal dengan sesosok yang selalu membawa kipas dari bulu bangau dan memakai jubah bergambar patkwa (bentuk segi delapan).

Cerita ini dimulai waktu Zhuge Liang masih kecil dan waktu itu dia belum dapat berbicara. Hingga suatu hari datang seorang biksu Buddha Tao yang bertemu Zhuge Liang dan menawarkan untuk belajar ilmu kepada-nya dan juga biksu ini juga mengatakan bahwa dia bisa membuat Zhuge Liang berbicara. Akhirnya orang tua Zhuge Liang setuju.

Lalu mulailah Zhuge Liang belajar pada biksu itu. Dan akhirnya dia bisa berbicara! Dan dia dikenal sebagai murid yang cerdas dan baik dan biksu itu mulai menyukai dan bangga terhadap Zhuge Liang.

Sampai pada suatu hari, waktu dia melewati satu kuil dan tiba-tiba datang badai dan dia langsung masuk ke kuil itu untuk berteduh. Ternyata di dalam kuil itu ada seorang perempuan cantik sekali. Akhirnya Zhuge Liang ngobrol dengan perempuan itu dan setelah hujan berhenti, dia pamit pulang. Kisah selanjutnya bisa di duga, Zhuge Liang akhirnya dekat dengan perempuan itu, setiap dia pulang “sekolah” dia selalu mampir ke kuil itu dan selalu bertemu dengan perempuan itu.

Prestasi di “sekolah” nya lama-lama luntur dan mulai memburuk. Biksu yang sebagai gurunya pun melihat perkembangan itu dan lalu berkata pada Zhuge Liang, “Lebih mudah menghancurkan sebuah pohon daripada menanam sebuah pohon!”. Biksu itu marah dan Zhuge Liang menunduk Biksu itu lalu menunjuk ke sebuah pohon yang dililit oleh banyak tanaman merambat.

Biksu itu berkata, “Lihat pohon besar itu susah tumbuh sedangkan yang melilit itu malah tumbuh subur, kamu tau kenapa?”.

Zughe Liang menjawab, “Karena di dililit oleh banyak tanaman merambat”

Biksu itu menimpali, “Benar sekali, tanaman besar itu susah tumbuh karena hidup di tandah yang cadas dan tanah yang sedikit, sedangkan tanaman yang melilit itu mengembangkan akarnya dan cabangnya, Jadi lucukan kalau dilihat tanaman yang merambat lembut itu mengalahkan pohon yang besar itu.”

Zhuge liang kaget, “Guru tahu ya kunjungan saya ke kuil itu?”.
Biksu Tao ini pun berkata, “Kamu perlu tahu bahwa wanita itu adalah jelmaan dari bangau yang diusir dari surga, dia diusir karena mamakan dan mencuri buah persik Ratu Langit. Jadi dia adalah bangau yang rusak moralnya dan tahunya hanya bersenang-senang saja, jika kamu masih mau sungguh-sungguh belajar, kamu tidak boleh berhubungan lagi dengan siluman bangau itu.”

Sambil memberikan tongkat kepada Zhuge Liang, biksu ini berkata, “Kamu harus mengusir siluman itu dulu, datanglah ke kuil itu pada malam hari karena pada malam hari siluman bangau itu kembali ke surga dan mandi disana. Dia bisa menjadi manusia kalau memakai jubahnya, dan jubah itu sekarang ada di kuil itu, bakar jubah itu. Dan jika tahu dan menyerang kamu, pukul dengan tongkat ini.”

Dan Zhuge Liang pun langsung menurut dengan gurunya itu, berangkatlah dia ke kuil pada siang hari dan ternyata dia menjumpai jubah itu benar-benar ada disana dan dia langsung membakar jubah itu. Siluman bangau pun tahu dan langsung turun ke bumi dan menyerang Zhuge Liang, dia pun langsung memegang ekor bangau itu dan memukul dengan tongkat pemberian gurunya. Bangau itu pun memberontak dan bangau itu berhasil lari tapi ekornya terlepas dari bangau itu karena Zhuge Liang memegangnya dengan erat. Waktu kembali ke gurunya, dia pun mendapat kata-kata yang bijak dari gurunya, “Ingat bahwa menanam sebatang pohon adalah jauh lebih sulit dan lama dibanding jika kamu membakarnya.”

Zhuge Liang pun sadar dan kembali pada konsentrasi pada sekolahnya, prestasinya pun kembali menjadi baik. Dan suatu hari gurunya memanggil dia dan berkata, “Ilmu yang ada padaku sudah saya turunkan semua padamu dan saatnya kamu mencari ilmu di luar sana”. Zhuge Liang pun kaget dan menjawab, “Ijinkanlah aku untuk tetap belajar pada guru”, tapi biksu ini tetap mengatakan bahwa sudah saatnya dia belajar di kehidupan yang lebih nyata. Dan Zhuge Liang berkata, “Kalau begitu, ijinkanlah saya memberi sembah sujud saya yang terakhir pada guru” lalu Zhuge Liang langsung membungkuk untuk memberi hormat. Waktu dia berdiri, biksu Tao itu sudah tidak ada disana dan yang tertinggal hanyalah jubah gurunya itu.

Akhinya jubah itu dipakainya dan bulu bangau itu dibawa terus sebagai sebuah kipas. Dia berkata, “Biarlah bulu bangau ini menjadi peringatan buat saya akan kebangkitan saya dari kejatuhan saya dan biar saya tidak mengulanginya lagi”

Sebuah cerita yang membangkitkan bagi saya! Diluar bahwa cerita ini adalah fiksi atau non fiksi tapi cerita itulah yang menyadarkan dan mengingatkan untuk mencoba mengilhami benar-benar bahwa membangun kepercayaan adalah suatu yang sangat susah dan butuh waktu yang lama dan butuh waktu yang sangat singkat untuk menghancurkannya. Itu berlaku dimana saja kita berada, pada teman kerja, orang tua, guru dan siapa saja. Saya pun pernah mengalami hal ini dan saya pikir siapa pun akan mudah jatuh pada pencobaan yang satu ini jadi berhati-hatilah.